Selasa, 29 Maret 2011

CARPE DIEM !

Gaudeamus igiturIuvenes dum sumus. Post iucundam iuventutem Post molestam senectutem Nos habebit humus.

(Let us rejoice, therefore, While we are young. After a pleasant youth After a troubling old age The earth will have us.)

Ubi sunt qui ante nosIn mundo fuere? Vadite ad superos Transite in inferos Hos si vis videre.

(Where are they who, before us, Were in the world? Go to the heavens Cross over into hell If you wish to see them.)

Vita nostra brevis est Brevi finietur. Venit mors velociter Rapit nos atrociter Nemini parcetur.

(Our life is briefSoon it will end. Death comes quickly Snatches us cruelly To nobody shall it be spared.)

Vivat academia!

Vivat membrum quodlibet; Semper sint in flore.

( long live the academy;Long live each student; For ever may they flourish!)

Ini adalah potongan lirik sebuah lagu yang berjudul "Gaudeamus Igitur" sebuah lagu dalam bahasa latin. Silahkan dinikmati liriknya.

Dulu ada sebuah zaman peralihan ketika orang-orang menjadi bingung beberapa abad yang lalu. Dua pesan lamahidup bercampur di dalam masyarakat itu.

Satunya adalah "memento mori", sebuah ucapan yang di waktu yang jauh lebih awal diberikan untuk orang-orang yang berjasa dalam perang yang artinya kurang lebih "ingatlah suatu hari kau akan mati". Kalimat yang kedua adalah "carpe diem", maknanya kurang lebih "jadikan hari ini milikmu". Di zaman kebingungan itu orang -orang yang lebih memilih kata memento mori jadi motto hidupnya, melewatkan waktu mereka untuk hal-hal yang relijius sementara yang bermotto carpe diem melewatkan waktunya dengan bersenang-senang.

Walau ada makna yang mereka berikan pada zaman itu terhadap dua kalimat tadi tapi kita bisa memaknainya dengan berbeda. Kita bisa memaknai memento mori sebagai pedoman bahwa suatu hari kita akan mati. Cukup sampai disitu. Kita berbuat kebaikan dalam masa hidup kita bukan karena kita takut akan kematian tetapi hanya karena memang sudah demikianlah seharusnya.

Kalimat kedua jauh lebih penting artinya. carpe diem! jadikan hari ini milikmu. Mari kita nikmati setiap ilmu yang kita sukai, menikmati bacaan-bacaan yang menarik, menikmati persahabatan kita dengan teman-teman kita, menikmati saat-saat bermain dan tertawa.

Nikmati masa muda kita!

Selamat ulang tahun adekku!

(untuk Nuan & Ucu yang skarang 17 tahun, dan Ade Dede yang sekarang 15 tahun)

Untuk yang merasa tua sekarang ini, aku ingat lagu (yang walaupun makna keseluruhannya tak kupahami dengan jelas), judulnya "Forever Young"( oleh Alphavillle)

Setidaknya sebagian liriknya ini saja sudah menarik

"So many adventures couldn't happen today, so many songs we've forgot to play, so many dreams swinging out of the blue, we let them come true!

Forever young! i want to be forever young!"

Dan kalimat yang menarik yang dulu seorang teman memberitahukan artinya

"Lawan dari hidup bukanlah mati tapi menjadi tua"

Selamat menjadi muda! Hajar terus!

Jumat, 25 Maret 2011

REFLEKSI : SENIORITAS, PERLUKAH ?


Ini bukan wejangan orang tua karena saya masih sangat muda untuk memberi wejangan. Dipikirkan sendiri sajalah

Bayangkan ada banyak per (pegas) yang diberi beban sebuah papan maka pegas itu akan memapat. Jiika pegas-pegas ini tidak dikaitkan pada sesuatu, maka pada saat bebannya dilepas, pegas ini akan melompat berhamburan.

Bayangkan jika penekan tadi adalah senioritas, artinya senior selalu benar dan junior harus selalu tunduk kepada senior. Ketika senioritas ini dihilangkan apa yang terjadi? Ternyata yang hadir bukanlah orang-orang berpikir bebas yang dewasa melainkan orang-orang yang tidak bisa menghargai orang lain. Orang-orang seperti ini ngomong seenak perutnya, idak mau ditegur jika melakukan kesalahan dsb.

Apa yang salah? Apakah salah jika senioritas dihilangkan?
Pemikiran bahwa senioritas perlu dihilangkan umumnya berasal dari pemikiran bahwa jika senioritas ada maka orang-orang yang disebut junior akan menjadi orang-orang yang tak bisa berpikir bebas. Mereka akan selalu mengikuti apa yang dikatakan seniornya padahal belum tentu senior benar. Akan tetapi yang ditakutkan adalah tanpa senioritas maka sebuah organisasi atau perkumpulan dsb tak akan berjalan efektif karena tak ada orang yang bisa memerintah dan diperintah. Selain itu, kemungkinan tak akan ada sikap hormat yang sangat dibutuhkan agar organisasi efektif. Penjelasan tentang ini mungkin ga perlu panjang lebar karena masing-masing orang bisa memikirkannya dengan membandingkannya dengan pengalaman masing-masing. Sebagai contoh jika orang tua tak lagi dihormati anaknya maka kemungkinan besar rumah tangga itu akan berantakan.

Mungkin pembahasanakan lebih menarik jika kita menghubungkannya dengan etika, teori konflik, kebebasan berpikir, dan sedikit sejarah yang mirip. Tapi itu akan panjang dan mungkin tak akan dibaca.

Pertanyaan terakhir adalah: jika kita diberi pilihan, menghilangkan senioritas dengan tetap menjadi manusia yang dapat saling menghargai ataukah senioritas dimana kebenaran selalu adalah milik para senior, manakah yang akan kita pilih?

SESAAT PAHIT TERSIRAT


(Di Tempat Kerja)
Matahari terik menyengat
Penat
Aku butuh istirahat

Tubuh terus mengucurkan keringat
Bukan petunjuk kalau badan sehat
Lantaran hanya karena matahari panas sangat
Debu ikutan tak bersahabat
Di kulit menumpuk, melekat
Minyak di kulit menjadi perekat

Butuh berhenti sesaat
Setidaknya sampai matahari condong ke barat
Dan sedikit terasa lebih hangat

Bangsat!
Mandor-mandor mengawas sangat ketat
Tak peduli kalau kami sedang sekarat
Keparat!

(Sambil Melepas Lelah di Rumah)

Hidup selalu berat
Walau sehari lewat tak juga kunjung kiamat
Besok kembali kerja dan harus giat
Kalau ga bakal dipecat

Dulu sekolah aku ga tamat
Jika lanjut mungkin aku sudah pejabat
Tapi apa boleh buat
Belum 14 tahun aku hidup orang tua sudah wafat
Tapi mungkin jalan hidupku sudah tepat
Umumnya pejabat tak lebih baik dibanding penjahat

Benar ga ya ada akhirat?
Aku ingat
Pak ustadz bilang tentang akhirat
Pada suatu kali waktu sholat jumat
Katanya ada api menyala-nyala untuk yang jahat dan sesat

Itu sudah betahun-tahun lewat

Terkadang aku berharap riwayatku segera tamat
Ditabrak mobil atau disambar kilat
Kematian yang cepat
Aku tak peduli bagaimana cara ke akhirat
Disambut setan neraka atau malaikat
Sama-sama nikmat

'Tobat!'
'Kiamat sudah dekat!'
Bah! Bukannya sudah umum dalam masyarakat
Orang tak berpikir tentang akhirat selagi masih sehat

Apakah manusia semakin sesat dan bejat?
Entahlah.. Mungkin malah lebih berpikir sehat
Yang benar hanyalah apa yang terlihat
Siapa yang peduli cerita tentang malaikat yang rajin mencatat?

Di dunia yang menang adalah yang kuat
Atau yang lemah tapi pandai menjilat

Ga usah peduli ajaran agama atau ajaran adat
Cukup bertindak yang sesuai saat kondisi sedang tepat
(ga usah peduli bakal ada yang mengumpat)
Yang begini yang akan selamat

(Tengah Malam, Mata Tak Juga Terpejam)

Kenapa malam tak bergerak lebih lambat?
Kenapa siang tak lebih cepat
Biar bisa lebih bayak istirahat
Dan sedikit waktu untuk kerja yang berat

(ga terasa sudah jam tiga pagi. Dia membaringkan tubuhnya di ranjang. Entah mimpi apa, terdengar igauannya..
Bangsat! Keparat! Laknat!... Bahkan dalam mimpi pun tetap ga nyaman hidup si kawan)

oleh Ronald Reagan Rantealang pada 24 Januari 2011 jam 3:32

FALLASI


tulisan ini dibuat tanpa perlu berpikir lama, tanpa butuh referensi, tanpa membuat alurnya dengan jelas, dsb (yah karena ini mungkin masalah yang biasa-biasa saja) . ah.. malam dingin, rokok habis, air habis (ga bisa bikin kopi), orang-orang sudah pada tidur, ga da film yang menarik, lagi malas baca, dsb. so, lebih baik menulis.

hmm.. ternyata ada banyak orang yang sangat cepat menginterpretasikan sesuatu tanpa mencoba melihat lebih banyak keadaaan yang dihadapinya. bayangkan kalau begini, sebuah status di facebook, misalnya "berhentilah untuk hanya memepertahankan egomu kawan". ini sebuah pernyataan yang dibuat seseorang untuk beberapa temannya yang sedang ribut. nah, kemudian di bawahnya terdapat banyak komen yang tidak tepat dari teman-temannya yang lain. akhirnya terjadi distorsi dari pesan yang disampaikan. yang semula dibuat dengan tujuan serius menjadi bahan tertawaan.

ada juga keadaan seperti ini. seseorang telah berteman lama dengan seseorang yang lain. kita beri mereka nama si-A untuk yang pertama dan si-B untuk yang kedua. kemudian mereka lama berpisah, anggaplah dua tahun dengan hanya sedikit komunikasi. nah, pada suatu saat mereka bertemu lewat dunia maya, facebook. nah, akhirnya mereka mulai mengobrol (chating). obrolan berjalan dengan sapaan-sapaan yang umum. kemudian interaksi berjalan. lalu pada suatu hari mereka pun saling marahan dan kemudian tak pernah mengobrol lagi sejak saat itu dan si-B telah menghapus si-A dari daftar teman-temannya di facebook. apakah masalahnya serumit itu? sebenarnya semuanya hanya masalah sepele.

setelah pertemuan yang keberapa kalinya ternyata si-A mulai berubah cara pandangnya terhadap si-B. dia mulai beranggapan bahwa si-B kemungkinan juga memiliki perasaan yang sama dengan dia. nah, pada suatu ketika dia mendapati keadaan berubah, ternyata, percakapan mereka berikut-berikutnya telah menjadi percakapan yang hambar dan terkadang di tengah obrolan mereka, si-A membuat obrolannya offline. setelah beberapa kejadian seperti itu, dan terkadang juga si-A tiba-tiba offline dari facebook, maka si-B pun kesal dan akhirnya menghapus si-A dari daftar teman-temannnya di facebook. akhirnya itu menjadi lebih parah karena si-B mulai menganggap bahwa pertemanan dunia nyata mereka pun telah berakhir. sayangnya, ini adalah kasus yang benar-benar terjadi.

ironisnya, adalah bahwa sebenarnya orang-orang menarik kesimpulan dengan sangat cepat. dalam kasus si-A dan si-B, ternyata si-B menganggap bahwa dia menegenal si-A seperti dia mengenal si-A beberapa tahun yang lalu. padahal sebenarnya tidak. lingkungan mereka sudah jauh berbeda. si-A telah banyak berubah, demikian pula si-B walau dia tak menyadarinya. sebenarnya dapat dikatakan bahwa mereka sudah tak saling kenal, yang mereka kenal adalah memori mereka tentang orang itu dan sedikit info tambahan yang mereka punyai berupa foto-foto dan informasi lain di facebook. itu yang kemudian membuat percakapan mereka menjadi hambar. apa yang akan dibicarakan? jika mereka akan bercerita tentang masa lalu mereka, maka itu tak akan banyak karena banyak ingatan mereka yang telah telah terinterpretasikan kembali dan adapun yang masih tertinggal dan tetap murni tak cukup bnayak untuk menjadi bahan cerita. jika ingin bercerita tentang masa yang tak begitu jauh yang dihadapi oleh masing-masing mereka, itu juga tak akan bermakna banyak bagi yang lain. alasannya sederhana, si-A tak mengenal circumstance ketika si-B mengalami suatu kejadian, demikian pula sebaliknya. ingin bercerita tentang masa yang akan datang? lebih sulit lagi, karena mereka bukan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama.

perlahan, seperti diceritakan sebelumnya, percakapan mereka pun menjadi hambar. kemudian si-A, yang lebih sulit dalam mencari bahan pembicaraan, merasa bahwa lebih baik tidak memulai suatu percakapan atau menghindari si-B. akan tetapi di dalam diri mereka masing-masing, mereka merasa takut bahwa hubungan yang telah terjalin akan menjadi rusak. untuk itu, mereka mulai memilih cara-cara yang tepat untuk menghindar. terkadang seolah-olah tak menyadari adanya yang lain, dsb. sayangnya di saat itu aspirasi si-B sudah terlalu tinggi (sesuai teori konflik, jika pengalaman sebelumnya bagus, maka keinginan/aspirasi seseorang akan naik). demikianlah sampai kemudian pertemanan mereka menjadi rusak (cape menjelaskan lebih detil dan juga yang baca akan capek bacanya)

lama waktu berlalu sejak Aristoteles menjelaskan fallasi-fallasi dalam logika, dan ternyata sampai sekarang kita masih saja terjebak dalam kesalahan-kesalahan menarik kesimpulan. ini hanya salah satu contoh kecil fallasi dalam logika tetapi ternyata dampaknya besar juga.

oleh Ronald Reagan Rantealang pada 16 Agustus 2010 jam 4:41