Kamis, 02 Juni 2011

TEMU KARYA TINGKAT KECAMATAN DI KECAMATAN KALAENA: “DIPENUHI KEJANGGALAN DAN TIDAK LAYAK DISEBUT TEMU KARYA”

Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi :

1. Dalam Temu Karya tingkat Kecamatan di Kecamatan Kalaena tertanggal 29 April 2011 yang dihadiri oleh ketua Karang Taruna Kabupaten Luwu Timur Bpk. Herdinang yang juga menjabat sebagai anggota DPRD II Luwu Timur, peserta yang hadir meminta kepada Ketua Karang Taruna tingkat Kabupaten Luwu Timur untuk menghadirkan pengurus yang lama untuk memberikan LPJ-nya. Namun tidak dihadirkan dengan alasan bahwa Pengurus Karang Taruna Kec. Kalaena boleh dianggap tidak ada dengan asumsi tidak adanya kerja yang dilakukan selam kepengurusan. Dan kemudian Ketua Karang Taruna tingkat kabupaten Luwu Timur tetap melanjutkan Temu Karya untuk Pemilihan Formatur.

Untuk hal ini seharusnya Ketua Karang Taruna membentuk caretaker pengurus yang yang bertugas mengawal menuju Temu Karya. Bukan dengan tetap melaksanakan Temu Karya dan memilih ketua pengurus kecamatan.

Dalam Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna dikatakan bahwa :

Pasal 8 ayat 2 :

“Untuk ketentuan dalam butir b dan c ayat (1) diatas, maka pengurus satu tingkat diatasnya berkewajiban memfasilitasi dengan terlebih dahulu membentuk caretaker kepengurusan;

Pasal 8 ayat 1 :

Pembentukan Kepengurusan dilakukan dalam Temu Karya di masing-masing tingkatannya apabila:

  1. Pengurus sebelumnya telah habis masa jabatan/bhaktinya;
  2. b. Dalam masa jabatan/bhakti berjalan tetapi dalam kurun waktu selama-lamanya 2 (Dua) tahun tidak menunjukkan keaktifan sejak pembentukannya dalam Temu Karya;
  3. Terjadi pemekaran suatu wilayah baru.

Pasal 30

Temu karya Daerah berwenang untuk:

  1. Membahas dan menilai Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Karang Karuna diwilayah yang bersangkutan, PPKT (Pengurus Provinsi Karang Taruna) untuk tingkat provinsi, PBKT (Pengurus Kabupaten Karang Taruna) untuk tingkat kabupaten, PKKT (Pengurus Kota Karang Taruna), PCKT (Pengurus Kecamatan Karang Taruna) untuk tingkat Kecamatan, dan PSKT/PLKT (Pengurus Desa/Kelurahan Karang Taruna) untuk tingkat desa/kelurahan;
  2. Menetapkan program kerja untuk periode berikutnya;
  3. Menyepakati paket usulan di bidang program kerja maupun keorganisasian yang akan dibawa dan diajukan pada Temu Karya Daerah/Temu Karya Nasional ditingkat yang lebih tinggi;
  4. Memilih dan mengangkat Ketua serta menyusun dan menetapkan Pengurus masing-masing tingkatan yang bersangkutan;
  5. Membahas dan memutuskan agenda strategis lainnya, apabila diperlukan.

2.Undangan untuk melakukan Temu Karya di Kec. Kalaena jelas-jelas dilakukan oleh Pengurus Karang Taruna Kec. Kalaena namun dalam Temu Karya Pengurus dikatakan tidak ada. Bagaimana bisa pada point (1) dikatakan Pengurus tidak ada? Sementara surat undangan yang diberikan ke Pengurus Karang Taruna Tingkat Desa sekecamatan Kalaena ditandatangani oleh Pengurus sebelumnya?

3. Beberapa Pengurus Karang Taruna tingkat Desa tidak hadir dalam pertemuan tersebut, Peserta yang hadir mayoritas adalah anggota pasif (sesuai dengan Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna BAB I Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 ayat 1) yang notabene tidak memahami aturan main dalam Organisasi Karang Taruna sendiri.

Demikian untuk sementara data-data yang dapat saya uraikan, dan untuk hal tersebut diatas, dengan TEGAS saya katakan bahwa:

"Pengurus Karang Taruna untuk Kec. Kalaena TIDAK ADA hingga saat ini, dan jika ada maka saya katakan itu ILLEGAL."

Terima kasih

Hormatku

Jimmi Rantealang

Rabu, 01 Juni 2011

PIDATO LENGKAP BJ HABIBIE YANG MEMUKAU

Jakarta - Mantan Presiden BJ Habibie mengungkapan secara tepat analisanya mengenai penyebab nilai-nilai Pancasila yang seolah-olah diabaikan pasca era reformasi. Tak heran bila pidato yang disampaikannya secara berapi-api itu memukau para hadirin puncak peringatan Hari Lahir Pancasila.

Acara itu dihadiri oleh Presiden Kelima Megawati dan Presiden SBY. Mereka berpidato bergiliran. Berikut ini teks pidato lengkap Habibie yang disampaikan dalam acara yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/6/2011).

Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.

Hari ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikan pandangannya tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.

Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak jaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap jaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.

Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama: Di manakah Pancasila kini berada?

Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?

Para hadirin yang berbahagia,

Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:
(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM);
(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan segala dampaknya.

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia.

Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional' tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika saat ini.

Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai "tidak Pancasilais" atau "anti Pancasila" . Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.

Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!

Para hadirin yang berbahagia,

Pada refleksi Pancasila 1 Juni 2011 saat ini, saya ingin menggarisbawahi apa yang sudah dikemukakan banyak kalangan yakni perlunya kita melakukan reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, memerlukan solusi yang tepat, terencana dan terarah dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik.

Oleh karena Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde Baru dan orde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan menjadi jati diri bangsa yang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai bidang yang kian kompleks dan rumit.

Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kita menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh toleransi di tengah keberagaman bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi Pancasila semakin menemukan relevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme, fanatisme kelompok dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi terus dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dan tindakan teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi yang beradab, etis dan eksotis serta menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai perbedaan masih jauh dari kenyataan.

Krisis ini terjadi karena luruhnya kesadaran akan keragaman dan hilangnya ruang publik sebagai ajang negosiasi dan ruang pertukaran komunikasi bersama atas dasar solidaritas warganegara. Demokrasi kemudian hanya menjadi jalur antara bagi hadirnya pengukuhan egoisme kelompok dan partisipasi politik atas nama pengedepanan politik komunal dan pengabaian terhadap hak-hak sipil warganegara serta pelecehan terhadap supremasi hukum.

Dalam perspektif itulah, reaktualisasi Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham kebangsaan kita yang majemuk dan memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman yang penuh tantangan dan ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menyegarkan kembali pemahaman kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma lama yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti, keramat dan sakral, yang justru membuatnya teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah tata nilai luhur (noble values), Pancasila perlu diaktualisasikan dalam tataran praksis yang lebih ‘membumi' sehingga mudah diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan.

Para hadirin yang berbahagia,

Sebagai ilustrasi misalnya, kalau sila kelima Pancasila mengamanatkan terpenuhinya "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", bagaimana implementasinya pada kehidupan ekonomi yang sudah menggobal sekarang ini?

Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai bentuk, tergantung pada pandangan dan sikap suatu Negara dalam merespon fenomena tersebut. Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu Negara ke Negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke Negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus "membeli jam kerja" bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu "VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru".

Implementasi sila ke-5 untuk menghadapi globalisasi dalam makna neo-colnialism atau "VOC-baju baru" itu adalah bagaimana kita memperhatikan dan memperjuangkan "jam kerja" bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan cara meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai kebijakan dan strategi yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan usaha meningkatkan "Neraca Jam Kerja" tersebut, kita juga harus mampu meningkatkan "nilai tambah" berbagai produk kita agar menjadi lebih tinggi dari "biaya tambah"; dengan ungkapan lain, "value added" harus lebih besar dari "added cost". Hal itu dapat dicapai dengan peningkatan produktivitas dan kualitas sumberdaya manusia dengan mengembangkan, menerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam forum yang terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di kampus-kampus serta di lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan. Yang juga tidak kalah penting adalah peran para penyelenggara Negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut dalam berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan. Hanya dengan cara demikian sajalah, Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai pandangan hidup akan dapat ‘diaktualisasikan' lagi dalam kehidupan kita.

Memang, reaktualisasi Pancasila juga mencakup upaya yang serius dari seluruh komponen bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan bangsa di masa datang sehingga memposisikan Pancasila menjadi solusi atas berbagai macam persoalan bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila, dasar negara itu akan ditempatkan dalam kesadaran baru, semangat baru dan paradigma baru dalam dinamika perubahan sosial politik masyarakat Indonesia.

Para hadirin yang saya hormati,

Oleh karena itu saya menyambut gembira upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akhir-akhir ini gencar menyosialisasikan kembali empat pilar kebangsaan yang fundamental: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Keempat pilar itu sebenarnya telah lama dipancangkan ke dalam bumi pertiwi oleh para founding fathers kita di masa lalu. Akan tetapi, karena jaman terus berubah yang kadang berdampak pada terjadinya diskotinuitas memori sejarah, maka menyegarkan kembali empat pilar tersebut, sangat relevan dengan problematika bangsa saat ini. Sejalan dengan itu, upaya penyegaran kembali juga perlu dilengkapi dengan upaya mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat pilar kebangsaan tersebut.

Marilah kita jadikan momentum untuk memperkuat empat pilar kebangsaan itu melalui aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai weltanschauung, yang dapat menjadi fondasi, perekat sekaligus payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kita, seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan keadilan sosial, saya yakin bangsa ini akan dapat meraih kejayaan di masa depan. Nilai-nilai itu harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa sehingga Pancasila hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara.

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya. Saya yakin, meskipun kita berbeda suku, agama, adat istiadat dan afiliasi politik, kalau kita mau bekerja keras kita akan menjadi bangsa besar yang kuat dan maju di masa yang akan datang.

Melalui gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, bukan saja akan menghidupkan kembali memori publik tentang dasar negaranya tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi para penyelenggara negara di tingkat pusat sampai di daerah dalam menjalankan roda pemerintahan yang telah diamanahkan rakyat melalui proses pemilihan langsung yang demokratis. Saya percaya, demokratisasi yang saat ini sedang bergulir dan proses reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung akan lebih terarah manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalamu ‘alaikum wr wb.

sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/06/01/113343/1651577/10/pidato-lengkap-bj-habibie-yang-berapi-api?991101mainnews

Sabtu, 02 April 2011

SURATKU BUAT SAHABAT

Kawan-kawanku, yang juga saudara-saudaraku, yang walaupun tak berasal dari darah yang sama, telah menerimaku untuk mejadi saudara. Di antara kalian semua, sudah banyak dari antara kita yang lama tak saling jumpa, kehilangan komunikasi dsb, walaupun alat komunikasi dan informasi sekarang semakin canggih. Sejauh itu, sejauh waktu diaman kita tak saling berjumpa, pasti nya banyak hal telah berubah pada kita masing-masing. Cara pandang yang baru, status yang baru, lingkungan yang baru, dan hal-hal lainnya, saling mempengaruhi dan juga mempengaruhi kita dan terus membentuk kita, baik fisik maupun mental.

Dunia dan manusia selalu dan akan terus berubah, cepat ataupun lambat. Jejak-jejak kaki yang kita tinggalkan di jalan berdebu, telah hilang oleh tiupan angin dan tetesan air hujan. Coretan di dinding telah hilang oleh lumut dan jamur. Apakah yang tertinggal? Memoriku tentang kalian tak akan pernah hilang. Ikatan yang kita bentuk, walaupun dalam waktu yang singkat dan interaksi yang tak intens akan selalu kita jaga. Aku tak berani berharap lebih dalam hal itu. Apakah arah panah hanya satu arah ataukah dua arah?

Bertahun-tahun kegelisahan terus datang padaku. Aku terus mencoba melawannya tapi kegelisahan itu tak pernah hilang. Di luar sana, kudengar jeritan2 tanpa suara, siang dan malam. Ketika aku mencoba berdiam, aku dengar bahwa jeritan itu juga ada dalam diriku. Saudara-saudara kita menjerit di luar sana kawan2. Di luar sana banyak orang yang bagaikan orang terluka yan sedang dibius. Mereka terluka tapi tak sadar kalau mereka luka, karena bius acara2 di TV dan kesenangan2 kecil lain menghilangkan kesadarannya.

Di sekitar kita kulihat derita dan ketidaktahuan…
Ah! Entah bagaimana aku harus menceritakan semuanya.. semuanya ada di sekitar kita. Mungkin mata kita saja yang tak mau melihat, mungkin telinga kita saja yang tak mendengar, atau mungkin hati dan pikiran kitalah yang telah kita matikan untuk mereka.

Lagipula, sadar atau tak sadar, dalam keadaan nyaman ataupun sengsara, kita juga adalah korban.
Hanya ini yang bisa kutuliskan saat ini untuk kalian. Secara fisik aku sedang sehat, hanya hati dan pikiranku yang sedang tak tenang.
Doa dan cintaku selalu untuk kalian..

TTD:


Ronald Rantealang


NB: bukannya aku suka bersusah hati, tapi mau diapa lagi. Hanya saja, kesusahan bukanlah berarti bahwa aku akan larut disitu.

Harus ada tindakan yang kita lakukan, dan aku akan terus melakukannya

Kalau ada waktu akan mengirim surat lagi

Sumber:
http://www.facebook.com/note.php?note_id=445191386902

PERFECT - Simple Plan

Hey dad look at me
Think back and talk to me
Did I grow up according to plan?
And do you think I'm wasting my time doing things I wanna do?
But it hurts when you disapprove all along

And now I try hard to make it
I just want to make you proud
I'm never gonna be good enough for you
I can't pretend that
I'm alright
And you can't change me

'Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I'm sorry
I can't be perfect
Now it's just too late and
We can't go back
I'm sorry
I can't be perfect

I try not to think
About the pain I feel inside
Did you know you used to be my hero?
All the days you spent with me
Now seem so far away
And it feels like you don't care anymore

And now I try hard to make it
I just want to make you proud
I'm never gonna be good enough for you
I can't stand another fight
And nothing's alright

'Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I'm sorry
I can't be perfect
Now it's just too late and
We can't go back
I'm sorry
I can't be perfect

Nothing's gonna change the things that you said
Nothing's gonna make this right again
Please don't turn your back
I can't believe it's hard
Just to talk to you
But you don't understand

'Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I'm sorry
I can't be perfect
Now it's just too late and
We can't go back
I'm sorry
I can't be perfect

'Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I'm sorry
I can't be perfect
Now it's just too late and
We can't go back
I'm sorry
I can't be perfect



Mungkin sebagian dari kita sudah paham atau mengerti akan makna lagu ini, sebuah ungkapan perasaan hati akan suasana diri dari banyak orang yang merasa "gagal".
Sebenarnya agak aneh juga judul dari lagu ini menurut saya, kenapa?? karena isi lagunya ternyata berisi kata-kata atau kalimat yang bukannya Perfect tapi lawannya.
Buat yang merasakan hal yang sama dengan isi lagu ini, saya hanya bisa katakan
SEMANGAT..!!

Gagal itu berarti Sukses yang tertunda Kawan...



Selasa, 29 Maret 2011

CARPE DIEM !

Gaudeamus igiturIuvenes dum sumus. Post iucundam iuventutem Post molestam senectutem Nos habebit humus.

(Let us rejoice, therefore, While we are young. After a pleasant youth After a troubling old age The earth will have us.)

Ubi sunt qui ante nosIn mundo fuere? Vadite ad superos Transite in inferos Hos si vis videre.

(Where are they who, before us, Were in the world? Go to the heavens Cross over into hell If you wish to see them.)

Vita nostra brevis est Brevi finietur. Venit mors velociter Rapit nos atrociter Nemini parcetur.

(Our life is briefSoon it will end. Death comes quickly Snatches us cruelly To nobody shall it be spared.)

Vivat academia!

Vivat membrum quodlibet; Semper sint in flore.

( long live the academy;Long live each student; For ever may they flourish!)

Ini adalah potongan lirik sebuah lagu yang berjudul "Gaudeamus Igitur" sebuah lagu dalam bahasa latin. Silahkan dinikmati liriknya.

Dulu ada sebuah zaman peralihan ketika orang-orang menjadi bingung beberapa abad yang lalu. Dua pesan lamahidup bercampur di dalam masyarakat itu.

Satunya adalah "memento mori", sebuah ucapan yang di waktu yang jauh lebih awal diberikan untuk orang-orang yang berjasa dalam perang yang artinya kurang lebih "ingatlah suatu hari kau akan mati". Kalimat yang kedua adalah "carpe diem", maknanya kurang lebih "jadikan hari ini milikmu". Di zaman kebingungan itu orang -orang yang lebih memilih kata memento mori jadi motto hidupnya, melewatkan waktu mereka untuk hal-hal yang relijius sementara yang bermotto carpe diem melewatkan waktunya dengan bersenang-senang.

Walau ada makna yang mereka berikan pada zaman itu terhadap dua kalimat tadi tapi kita bisa memaknainya dengan berbeda. Kita bisa memaknai memento mori sebagai pedoman bahwa suatu hari kita akan mati. Cukup sampai disitu. Kita berbuat kebaikan dalam masa hidup kita bukan karena kita takut akan kematian tetapi hanya karena memang sudah demikianlah seharusnya.

Kalimat kedua jauh lebih penting artinya. carpe diem! jadikan hari ini milikmu. Mari kita nikmati setiap ilmu yang kita sukai, menikmati bacaan-bacaan yang menarik, menikmati persahabatan kita dengan teman-teman kita, menikmati saat-saat bermain dan tertawa.

Nikmati masa muda kita!

Selamat ulang tahun adekku!

(untuk Nuan & Ucu yang skarang 17 tahun, dan Ade Dede yang sekarang 15 tahun)

Untuk yang merasa tua sekarang ini, aku ingat lagu (yang walaupun makna keseluruhannya tak kupahami dengan jelas), judulnya "Forever Young"( oleh Alphavillle)

Setidaknya sebagian liriknya ini saja sudah menarik

"So many adventures couldn't happen today, so many songs we've forgot to play, so many dreams swinging out of the blue, we let them come true!

Forever young! i want to be forever young!"

Dan kalimat yang menarik yang dulu seorang teman memberitahukan artinya

"Lawan dari hidup bukanlah mati tapi menjadi tua"

Selamat menjadi muda! Hajar terus!

Jumat, 25 Maret 2011

REFLEKSI : SENIORITAS, PERLUKAH ?


Ini bukan wejangan orang tua karena saya masih sangat muda untuk memberi wejangan. Dipikirkan sendiri sajalah

Bayangkan ada banyak per (pegas) yang diberi beban sebuah papan maka pegas itu akan memapat. Jiika pegas-pegas ini tidak dikaitkan pada sesuatu, maka pada saat bebannya dilepas, pegas ini akan melompat berhamburan.

Bayangkan jika penekan tadi adalah senioritas, artinya senior selalu benar dan junior harus selalu tunduk kepada senior. Ketika senioritas ini dihilangkan apa yang terjadi? Ternyata yang hadir bukanlah orang-orang berpikir bebas yang dewasa melainkan orang-orang yang tidak bisa menghargai orang lain. Orang-orang seperti ini ngomong seenak perutnya, idak mau ditegur jika melakukan kesalahan dsb.

Apa yang salah? Apakah salah jika senioritas dihilangkan?
Pemikiran bahwa senioritas perlu dihilangkan umumnya berasal dari pemikiran bahwa jika senioritas ada maka orang-orang yang disebut junior akan menjadi orang-orang yang tak bisa berpikir bebas. Mereka akan selalu mengikuti apa yang dikatakan seniornya padahal belum tentu senior benar. Akan tetapi yang ditakutkan adalah tanpa senioritas maka sebuah organisasi atau perkumpulan dsb tak akan berjalan efektif karena tak ada orang yang bisa memerintah dan diperintah. Selain itu, kemungkinan tak akan ada sikap hormat yang sangat dibutuhkan agar organisasi efektif. Penjelasan tentang ini mungkin ga perlu panjang lebar karena masing-masing orang bisa memikirkannya dengan membandingkannya dengan pengalaman masing-masing. Sebagai contoh jika orang tua tak lagi dihormati anaknya maka kemungkinan besar rumah tangga itu akan berantakan.

Mungkin pembahasanakan lebih menarik jika kita menghubungkannya dengan etika, teori konflik, kebebasan berpikir, dan sedikit sejarah yang mirip. Tapi itu akan panjang dan mungkin tak akan dibaca.

Pertanyaan terakhir adalah: jika kita diberi pilihan, menghilangkan senioritas dengan tetap menjadi manusia yang dapat saling menghargai ataukah senioritas dimana kebenaran selalu adalah milik para senior, manakah yang akan kita pilih?

SESAAT PAHIT TERSIRAT


(Di Tempat Kerja)
Matahari terik menyengat
Penat
Aku butuh istirahat

Tubuh terus mengucurkan keringat
Bukan petunjuk kalau badan sehat
Lantaran hanya karena matahari panas sangat
Debu ikutan tak bersahabat
Di kulit menumpuk, melekat
Minyak di kulit menjadi perekat

Butuh berhenti sesaat
Setidaknya sampai matahari condong ke barat
Dan sedikit terasa lebih hangat

Bangsat!
Mandor-mandor mengawas sangat ketat
Tak peduli kalau kami sedang sekarat
Keparat!

(Sambil Melepas Lelah di Rumah)

Hidup selalu berat
Walau sehari lewat tak juga kunjung kiamat
Besok kembali kerja dan harus giat
Kalau ga bakal dipecat

Dulu sekolah aku ga tamat
Jika lanjut mungkin aku sudah pejabat
Tapi apa boleh buat
Belum 14 tahun aku hidup orang tua sudah wafat
Tapi mungkin jalan hidupku sudah tepat
Umumnya pejabat tak lebih baik dibanding penjahat

Benar ga ya ada akhirat?
Aku ingat
Pak ustadz bilang tentang akhirat
Pada suatu kali waktu sholat jumat
Katanya ada api menyala-nyala untuk yang jahat dan sesat

Itu sudah betahun-tahun lewat

Terkadang aku berharap riwayatku segera tamat
Ditabrak mobil atau disambar kilat
Kematian yang cepat
Aku tak peduli bagaimana cara ke akhirat
Disambut setan neraka atau malaikat
Sama-sama nikmat

'Tobat!'
'Kiamat sudah dekat!'
Bah! Bukannya sudah umum dalam masyarakat
Orang tak berpikir tentang akhirat selagi masih sehat

Apakah manusia semakin sesat dan bejat?
Entahlah.. Mungkin malah lebih berpikir sehat
Yang benar hanyalah apa yang terlihat
Siapa yang peduli cerita tentang malaikat yang rajin mencatat?

Di dunia yang menang adalah yang kuat
Atau yang lemah tapi pandai menjilat

Ga usah peduli ajaran agama atau ajaran adat
Cukup bertindak yang sesuai saat kondisi sedang tepat
(ga usah peduli bakal ada yang mengumpat)
Yang begini yang akan selamat

(Tengah Malam, Mata Tak Juga Terpejam)

Kenapa malam tak bergerak lebih lambat?
Kenapa siang tak lebih cepat
Biar bisa lebih bayak istirahat
Dan sedikit waktu untuk kerja yang berat

(ga terasa sudah jam tiga pagi. Dia membaringkan tubuhnya di ranjang. Entah mimpi apa, terdengar igauannya..
Bangsat! Keparat! Laknat!... Bahkan dalam mimpi pun tetap ga nyaman hidup si kawan)

oleh Ronald Reagan Rantealang pada 24 Januari 2011 jam 3:32

FALLASI


tulisan ini dibuat tanpa perlu berpikir lama, tanpa butuh referensi, tanpa membuat alurnya dengan jelas, dsb (yah karena ini mungkin masalah yang biasa-biasa saja) . ah.. malam dingin, rokok habis, air habis (ga bisa bikin kopi), orang-orang sudah pada tidur, ga da film yang menarik, lagi malas baca, dsb. so, lebih baik menulis.

hmm.. ternyata ada banyak orang yang sangat cepat menginterpretasikan sesuatu tanpa mencoba melihat lebih banyak keadaaan yang dihadapinya. bayangkan kalau begini, sebuah status di facebook, misalnya "berhentilah untuk hanya memepertahankan egomu kawan". ini sebuah pernyataan yang dibuat seseorang untuk beberapa temannya yang sedang ribut. nah, kemudian di bawahnya terdapat banyak komen yang tidak tepat dari teman-temannya yang lain. akhirnya terjadi distorsi dari pesan yang disampaikan. yang semula dibuat dengan tujuan serius menjadi bahan tertawaan.

ada juga keadaan seperti ini. seseorang telah berteman lama dengan seseorang yang lain. kita beri mereka nama si-A untuk yang pertama dan si-B untuk yang kedua. kemudian mereka lama berpisah, anggaplah dua tahun dengan hanya sedikit komunikasi. nah, pada suatu saat mereka bertemu lewat dunia maya, facebook. nah, akhirnya mereka mulai mengobrol (chating). obrolan berjalan dengan sapaan-sapaan yang umum. kemudian interaksi berjalan. lalu pada suatu hari mereka pun saling marahan dan kemudian tak pernah mengobrol lagi sejak saat itu dan si-B telah menghapus si-A dari daftar teman-temannya di facebook. apakah masalahnya serumit itu? sebenarnya semuanya hanya masalah sepele.

setelah pertemuan yang keberapa kalinya ternyata si-A mulai berubah cara pandangnya terhadap si-B. dia mulai beranggapan bahwa si-B kemungkinan juga memiliki perasaan yang sama dengan dia. nah, pada suatu ketika dia mendapati keadaan berubah, ternyata, percakapan mereka berikut-berikutnya telah menjadi percakapan yang hambar dan terkadang di tengah obrolan mereka, si-A membuat obrolannya offline. setelah beberapa kejadian seperti itu, dan terkadang juga si-A tiba-tiba offline dari facebook, maka si-B pun kesal dan akhirnya menghapus si-A dari daftar teman-temannnya di facebook. akhirnya itu menjadi lebih parah karena si-B mulai menganggap bahwa pertemanan dunia nyata mereka pun telah berakhir. sayangnya, ini adalah kasus yang benar-benar terjadi.

ironisnya, adalah bahwa sebenarnya orang-orang menarik kesimpulan dengan sangat cepat. dalam kasus si-A dan si-B, ternyata si-B menganggap bahwa dia menegenal si-A seperti dia mengenal si-A beberapa tahun yang lalu. padahal sebenarnya tidak. lingkungan mereka sudah jauh berbeda. si-A telah banyak berubah, demikian pula si-B walau dia tak menyadarinya. sebenarnya dapat dikatakan bahwa mereka sudah tak saling kenal, yang mereka kenal adalah memori mereka tentang orang itu dan sedikit info tambahan yang mereka punyai berupa foto-foto dan informasi lain di facebook. itu yang kemudian membuat percakapan mereka menjadi hambar. apa yang akan dibicarakan? jika mereka akan bercerita tentang masa lalu mereka, maka itu tak akan banyak karena banyak ingatan mereka yang telah telah terinterpretasikan kembali dan adapun yang masih tertinggal dan tetap murni tak cukup bnayak untuk menjadi bahan cerita. jika ingin bercerita tentang masa yang tak begitu jauh yang dihadapi oleh masing-masing mereka, itu juga tak akan bermakna banyak bagi yang lain. alasannya sederhana, si-A tak mengenal circumstance ketika si-B mengalami suatu kejadian, demikian pula sebaliknya. ingin bercerita tentang masa yang akan datang? lebih sulit lagi, karena mereka bukan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama.

perlahan, seperti diceritakan sebelumnya, percakapan mereka pun menjadi hambar. kemudian si-A, yang lebih sulit dalam mencari bahan pembicaraan, merasa bahwa lebih baik tidak memulai suatu percakapan atau menghindari si-B. akan tetapi di dalam diri mereka masing-masing, mereka merasa takut bahwa hubungan yang telah terjalin akan menjadi rusak. untuk itu, mereka mulai memilih cara-cara yang tepat untuk menghindar. terkadang seolah-olah tak menyadari adanya yang lain, dsb. sayangnya di saat itu aspirasi si-B sudah terlalu tinggi (sesuai teori konflik, jika pengalaman sebelumnya bagus, maka keinginan/aspirasi seseorang akan naik). demikianlah sampai kemudian pertemanan mereka menjadi rusak (cape menjelaskan lebih detil dan juga yang baca akan capek bacanya)

lama waktu berlalu sejak Aristoteles menjelaskan fallasi-fallasi dalam logika, dan ternyata sampai sekarang kita masih saja terjebak dalam kesalahan-kesalahan menarik kesimpulan. ini hanya salah satu contoh kecil fallasi dalam logika tetapi ternyata dampaknya besar juga.

oleh Ronald Reagan Rantealang pada 16 Agustus 2010 jam 4:41